
PONPESDIPONEGORO.COM, Jogja – Menjadi santri sekaligus pelajar madrasah sering kali dipandang penuh keterbatasan. Waktu belajar yang terbagi antara kegiatan pondok, sekolah, dan organisasi sering membuat banyak orang ragu apakah santri bisa bersaing dengan siswa-siswa lain di luar sana. Namun, keraguan itu terbantahkan oleh prestasi salah satu santri MA Diponegoro, Muhammad Ihsan Musyafa, yang berhasil lolos ke Universitas Gadjah Mada (UGM), salah satu kampus terbaik di Indonesia.
Sejak awal, Ihsan dikenal sebagai sosok santri yang tekun, sederhana, dan penuh semangat belajar. Di tengah kesibukan pondok dengan jadwal padat – mulai dari mengaji kitab, sekolah formal, hingga berbagai kegiatan ekstrakurikuler – ia tetap mampu menjaga konsistensi dalam belajar. Baginya, keterbatasan bukanlah halangan, justru menjadi motivasi untuk berjuang lebih keras.
“Santri itu terbiasa hidup disiplin, bangun pagi, belajar, dan mengatur waktu dengan baik. Itulah modal saya untuk terus belajar dan berusaha,” ungkap Ihsan dengan rendah hati.
Perjalanan menuju UGM tentu tidak mudah. Ia harus melewati berbagai tahap seleksi, ujian, hingga persaingan dengan ribuan siswa lain dari seluruh Indonesia. Namun dengan doa, kerja keras, serta dukungan dari guru dan teman-temannya, impian itu akhirnya tercapai.
Kisah Ihsan menjadi bukti bahwa santri juga bisa berprestasi dan bersaing di perguruan tinggi ternama. Ia membuktikan bahwa belajar di pesantren bukanlah hambatan, melainkan justru bekal berharga. Santri terbiasa mandiri, berakhlak, dan disiplin—nilai-nilai inilah yang menjadi keunggulannya saat bersaing dengan yang lain.
Kini, keberhasilan Ihsan tidak hanya menjadi kebanggaan pribadi, tetapi juga inspirasi bagi seluruh keluarga besar Pondok Pesantren Pangeran Diponegoro dan MA Diponegoro. Semangatnya memberi pesan sederhana namun mendalam: “Jangan pernah takut bermimpi besar. Dengan doa, ikhtiar, dan keyakinan, Allah akan bukakan jalan terbaik.”