
Pernyataan Abdul Mu’ti, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, baru-baru ini memicu refleksi mendalam tentang esensi profesi guru. Ia menyatakan bahwa: “Motivasi utama seseorang menjadi guru haruslah cinta kepada murid dan ilmu. Tanpa itu, sebesar apa pun gaji yang diterima, kebahagiaan sebagai guru takkan pernah tercapai.” Pernyataan ini menegaskan bahwa profesi guru bukan sekadar pekerjaan teknis, melainkan panggilan hati yang mulia, yang membawa misi untuk mencerdaskan generasi penerus dan membangun peradaban.
Guru memainkan peran yang sangat strategis dalam membentuk karakter, intelektual, dan masa depan anak-anak bangsa. Filosofi Ki Hadjar Dewantara, ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani, menggarisbawahi pentingnya guru menjadi teladan di depan, pendorong di tengah, dan pendukung di belakang. Dalam perannya, guru sejati tidak hanya berperan sebagai pemberi materi pelajaran, tetapi juga sebagai inspirator yang membantu murid menemukan potensi terbaik mereka.
Mencintai murid berarti memahami bahwa setiap anak adalah individu unik yang memiliki kelebihan, tantangan, dan kemampuan tersendiri. Guru yang mencintai murid akan menunjukkan kesabaran, empati, dan menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan. Dengan cinta tersebut, hubungan antara guru dan murid menjadi harmonis, menciptakan pengalaman belajar yang tidak hanya bermakna tetapi juga berkesan. Sebaliknya, guru yang hanya memandang murid sebagai angka dalam laporan atau beban pekerjaan akan kesulitan membangun koneksi emosional yang kuat. Pembelajaran akan terasa kaku, kurang menarik, dan kehilangan esensi.
Cinta kepada murid juga dapat memotivasi mereka untuk bermimpi lebih besar dan berusaha mencapai prestasi terbaik. Dalam suasana penuh kasih sayang, murid merasa dihargai dan lebih percaya diri untuk mengembangkan potensi mereka. Guru menjadi sosok yang membimbing murid untuk menghadapi tantangan, bukan sekadar menyampaikan materi yang harus dihafalkan.
Selain mencintai murid, seorang guru harus mencintai ilmu. Albert Einstein pernah mengatakan, “It is the supreme art of the teacher to awaken joy in creative expression and knowledge.” Guru yang mencintai ilmu akan terus belajar, memperluas wawasan, dan menjadikan dirinya sebagai sumber inspirasi yang hidup. Sikap ini tercermin dalam antusiasme saat mengajar. Pelajaran disampaikan dengan cara yang relevan, menarik, dan penuh semangat, sehingga murid merasa tertantang untuk mendalami materi lebih jauh.
Guru yang mencintai ilmu juga tidak ragu untuk membuka ruang diskusi. Ia mendorong murid untuk berpikir kritis, mengajukan pertanyaan, dan berpartisipasi aktif dalam proses belajar. Pendekatan ini menciptakan pengalaman belajar yang dinamis, menyenangkan, dan bermakna bagi semua pihak.
Pandangan Abdul Mu’ti tentang kebahagiaan guru yang tidak bergantung semata pada gaji selaras dengan gagasan Paulo Freire, tokoh pendidikan progresif. Freire menyatakan bahwa pendidikan adalah tindakan cinta. Dalam pandangannya, proses pembelajaran yang efektif hanya bisa terjadi jika guru memiliki empati dan kasih sayang terhadap murid.
Namun, kenyataan di lapangan sering kali menghambat guru untuk menikmati profesi mereka sepenuhnya. Beban administratif yang berat, minimnya penghargaan, dan fasilitas yang kurang memadai menjadi tantangan sehari-hari yang harus dihadapi oleh banyak guru. Dalam kondisi ini, kesejahteraan finansial memang penting, tetapi kebahagiaan sejati hanya dapat diraih oleh guru yang bekerja dengan cinta. Mereka mampu menemukan makna dalam keberhasilan kecil, seperti melihat murid memahami pelajaran atau berkembang secara pribadi.
Agar guru dapat menjalankan tugasnya secara optimal, dukungan pemerintah dan masyarakat sangat diperlukan. Pemerintah perlu memastikan tersedianya pelatihan berkelanjutan yang relevan dan fasilitas yang memadai. Selain itu, penghargaan terhadap dedikasi guru juga penting untuk memotivasi mereka terus berkarya.
Masyarakat, sebagai bagian dari ekosistem pendidikan, juga memiliki peran penting. Orang tua perlu menjalin komunikasi yang baik dengan guru, mendukung proses pembelajaran di rumah, dan menunjukkan penghargaan terhadap usaha guru dalam mendidik anak-anak mereka. Dengan kerja sama yang erat antara guru, orang tua, dan pemerintah, pendidikan akan menjadi lebih bermakna dan mampu menghasilkan generasi yang berkualitas.
Pada akhirnya, kebahagiaan seorang guru dimulai dari hati yang penuh cinta kepada murid dan ilmu. Dengan cinta ini, guru tidak hanya menjalankan tugasnya dengan optimal, tetapi juga menemukan makna dan kebahagiaan dalam profesinya. Pendidikan, seperti yang dinyatakan Freire, adalah sebuah tindakan cinta yang mampu mengubah kehidupan.